“Peri Baik Hati dan Gerombolan Si Berat”
Semarang, 20-22 juli 2010
Sesaat judul diatas terlihat childish banget ya guys, smacam judul-judul yang biasa ada di cerpen-cerpen majalah anak-anak, tapi dibalik itu semua, judul tersebut aku kira mewakili unek-unek yang bakal aku tulis disini, yep, ini akan sedikit berbeda pada review-review bekpek aku yang biasanya lebih ke teknis dan cerita wisata perjalanannya. Pada perjalanan ke semarang kemarin, bukan ngerinya muterin lawang sewu walau pas siang hari, simpang lima yang crowded dan seru, uniknya kuil Sam Poo Kong ataupun kerennya ngelihat kota semarang dari atas masjid agung jawa tengah yang beraksitektur modern. Tetapi Catatan kali ini akan lebih emosional, karena aku bakal nyeritain hitam putihnya orang-orang yang kutemui pada perjalanan singkat ini.
1st Episode
“Angels without wings are really exist “
(maap klo grammarnya mgkn salah,;p)
Nah, Orang – orang yang baik dan sangat menolong, buat lebih gampangnya aku sebut dia peri. Peri yang lembut hatinya yang kehadirannya membuat cerita perjalanan ini menjadi “lain”.kaya waktu itu misalnya, pas di Jogja sama si Dino dan Marlin, kami nemuin ibu peri yang menolong kami saat “kepagian” datang ke Taman Sari (Wisata Bangunan Cagar budaya/ puri Kesultanan selain Keraton) ceritanya, kami yang harus mengejar kereta jam 10.30 berusaha gak ngelewatin obyek wisata yang satu ini , so kami putusin ke sana pagi-pagi, well, kami ksana jam 7 padahal baru buka setengah 9 dan kami gak mungkin nungguin coz ada target lain buat dilakuin sebelum pulang.
Tetapi Allah masih sayang sama kami, kami dikirimi ibu peri yang baik hati tadi, Bu Hajar namanya, beliau menyapa kami, menolong kami, menyuruh kami masuk kerumahnya yang memang berada di komplek wisata Taman Sari, dan yang paling seru, beliau menunjukkan jalan ke sisi lain Taman Sari yang belum di konservasi (Jadi, taman wisata ini Cuma sebagian kecil yang telah dikonservasi, diperbaiki dan diperindah, dan kami berkesempatan melihat reruntuhan aslinya yang masi berupa puing2) beliau mempersilahkan kami menitipkan tas bekpek kami yang berat di rumahnya biar kami bisa santai berkeliling, bahkan setelah puas meng”eksplorasi’ kami di suguhi jajanan dan minuman. Sebelum pamit kami sempat ngobrol-ngobrol tentang usaha bu Hajar yang kebetulan membuka kursus membatik , melihat beberapa karya batik, foto2 turis yang ‘stay’ disana buat kursus, dll. tetapi kini sudah tidak ramai lagi, selain karena menurunnya jumlah wisatawan baik yang lokal maupun domestik, tenaga bu hajar dan suami yang tidak sebaik dulu.
Wah, kami bener-bener bersyukur, apa jadinya klo ga ada beliau, kami bakal sia-sia jauh jauh ke Taman Sari tanpa ndapetin apa-apa, well, masuk Taman Sari mungkin bisa kapan-kapan, tapi, untuk mengeksplorasi sisi lainnya yang blum di konservasi ? kapan lagi?
foto 1 : Marlin. Bu Hajar, Bitaa, Dino
Selanjutnya, masih di Jogja, pas kami ber3 mencari penginapan di daerah sosrowijayan, sebenarnya kami sudah browsing penginapan2 tipe melati yang tarifnya hanya sekitar 50 ribuan, tapi ternyata yang harganya segitu sudah full semua, karena harus booking dulu jauh hari, nah , disinilah kami ktemu seorang bapak peri , seorang juru parkir sepertinya yang menyakan pada kami mau cari penginapan seperti apa . “murah” tentu itulah jawaban kami, dan kami pun langsung diantar mencari penginapan, beberpa penginapan telah beliau tunjukkan, masih tak sesuai dengan ‘kocek’ kami, tapi beliau masih sabar meng ‘guide’ kami buat nyari penginpan, dan akhirnya ktemu penginapan yang hanya 20ribu rupiah per orang/ hari , alhamdulillah….
Tapi guys…. Kaya di film film gitu pas kita balik badan beliau langsung saja pergi, ilang, Ya Allaah.. padahal kami sudah berencana ngasih –tips bahkan blum sempet ngucapin terima kasih, beliau udah buru-buru pergi, kami cuman speechless, dan berdoa agar Allah membalas semua kebaikan beliau.
Ya itulah beberpa cerita tentang ‘peri’ yang kami temui di Jogja
Lain Jogja, Lain juga Semarang, ideologi yang kami pake pada mbolang kali ini adalah ‘‘pokoe budal’’ yang penting brangkat dulu, yang lain belakangan, perlu diketahui saudara-saudara, awalnya kami berencana naik kereta ekonomi dari pasar turi, tetapi jadwal keberangkatannya sore, dan otomatis akan sampai di Semarang tengah malam, kami ga mau ambil resiko, biar nyampe nya sore kami ambil jalan memutar lewat solo, walhasil Surabaya- Semarang yang aslinya sekitar 5 jam , menjadi 8 jam. Ya bisa dibilang kami mengahabiskan waktu lebih lama di kereta. Nah berbekal ‘pokoe budal’ tadi itulah, kami yang gak tau apa-apa ini bertemu dengan bapak peri yang ternyata juga sama tujuannya dengan kami. Sekali lagi yang kami sesalkan, kami ga tau nama pastinya, Mujtahid, atau Musyafik, ya pokoknya ada ’Mu’ nya didepannya, Umurnya sekamir 60 tahun, memakai kemeja putih dan topi, hal yang pertama beliau katakan pada kami adalah
“ itu termasuk KDRT lo mbak’’
Beliau mengomentari seorang anak kecil yang (diduga di suruh ibunya) menelusuri gerbong demi gerbong kereta api sambil membawa gelas air mineral kosong, dengan wajah melas, yah meminta minta atau –ngemis- bahasa sarkasmenya.
“ ya pak, kasian ya pak.. “
Kami bales dengan komen –yg mugkin- gak penting
Bingung juga kan ya guys, mbedain mana orang yang bener-bener butuh atau yang Cuma ‘manfaatin kesempatan’ buat cari duit , apalagi dengan kita ngasih orang minta-minta sama aja mengajarkan hal yang gak baik, memotivasi mereka klo ngemis tuh adalah ‘kerjaan’ yang menjanjikan, jadi ga ada semangat buat memperbaiki diri. Apalagi klo orangnya masih muda dan masih kelihatan masih bisa kerja, Ya, kaya antara kasian dan curiga gitu sih jadinya.
Yep, Selanjutnya, Beliau benar-benar membunuh kebosanan kami selama di kereta, karena beliau mencoba membahas suatu isu dan meminta pendapat kami , kebetulan kami juga satu blok dengan mas-mas mahasiswa dari kediri, tapi hanya satu nama yang kuingat , agak lupa sih, entah mumtaz, mumayyiz atau tamyiz (mirip2 itulah pokoknya) mulai dari kasus ariel-luna-tari, pergaulan remaja , hukum merokok, sampai dengan keefektifan hubungan dari perjodohan , heh?
Bapak tersebut mengaku sangat prihatin dengan kondisi anak-anak remaja sekarang, yang merasa gak keren klo ga punya pacar, malu klo ga laku, dan bener-bener bangga klo udah nggandeng cowok ato cewek di jalan,
Padahal ngungkapin cinta tuh ga sekedar hal-hal yang bgitu aja. Bergaul dengan oranglain boleh asal tau aturan, tidak merugikan, dan yang paling penting, menghargai dan menghormati orang lain.
Bapak ini, terkenal juga ternyata pemirsa, dari penumpang biasa, pedagang asongan, makanan, sampai ptugas kereta dan pak kondektur menyapa beliau dengan ‘’boss’’ kalo lewat di sampingnya, dan berhenti sejenak buat ngobrol, dari bahas keadaan, keluarga sampai partai (agak nguping, ya denger mereka bicara anggaran tim sukses partai ‘tiittt’ gtu aja sih) heheh, selidik punya selidik, ternyata beliau itu mantan ketua paguyuban pedagang asongan kereta, wah , sayangnya, kami gat au di tingkat apa, hehehe
Ya, jadinya waktu 5 jam penuh dengan perbincangan, tidak begitu terasa,
Belum selesai, saudara-saudara , selanjutnya, beliau benar benar mendampingi dan memastikan kami untuk benar2 turun di stasiun yang benar dan oper di kereta yang benar, jadi nih bapak bemar-benar kaya induk ayam kami lah, kami di giring, ditunjukin, diajakin, (tapi ga dibayarin lo guys) baik banget, dan kami juga di nasehatin tentang macem macem juga tentang keadaan di Semarang yang ‘agak’ tidak aman agar kami lebih hati-hati.
Dari turun di Solo Jebres, nunggu Kereta prameks, Sholat, sampai Oper Kereta Semarang , kami bareng-bareng sama bapak ini, dan Akhirnya kami turun duluan di Tawang, dan berpisah dengan beliau Karena tujuannya yang ke Jepara.
Thanks so much, ya pak. . . :D
foto 2 : Me n Pak "Mu"
foto 3 : Satiti's Mom, teatea, akuuuu, dinoo
Brotha n Sista, Bisa dikatakan perjalanan kami kali ini ‘bonek’ alias ‘bondo nekat’. coz ‘rencana perjalanan’nya tidak sedetil ketika mbolang ke Jogja, awalnya, kami memang memutuskan untuk menginap di penginapan seperti saat di Jogja, dan kami punya satu refensi, penginapan SAHARA, kami pilih tempat tersebut karena dekat dengan pusat kota semarang, tetapi rencana seketika berubah , kami memutuskan untuk menginap di rumah salah satu teman kami, Satiti namanya, Rumah Satiti berada di Semarang atas, lumayan jauh dari pusat kota, kami ganti rencana karena ternyata hari sudah lumayan sore ketika kami sampai di Semarang dan kami tidak tahu persis dimana tempat penginapan ‘SAHARA’ itu berada, so, rumah Satiti adalah pilihannya. Kami di sambut, kami ga tau apa jadinya klo kami ga punya temen di semarang, ibunya satiti baik banget, bener bener deh, jadi kaya rumah sendiri di rumah Satiti, kami datang, suruh istirahat, di masakin enak, di traktir Kuliner di “ Bakso Krebo Semarang” ,di tunjukin tempat-tempat bagus di Semarang plus gimana caranya buat nyampe ksana, dan kami tertolong sekali, karena Semarang bukanlah kota wisata ‘sekaliber’ Jogja yang jelas tempatnya dan gampang mau kmana-mana,. Kami juga sempet ditawarin ibunya Satiti buat pake motornya keliling Semarang, karena angkutan di Semarang agak ruwet katanya, wah , tapi kami masih ga ada nyali buat bawa motor orang di jalanan yang ga kami kenal, dan alasan yang lain adalah karena ‘sungkan’ lebih tepatnya, thanks sooo much buat Satiti dan Keluarga . . . . . . . . . . ., ga tau gimana nasib kami klo ga ada kalian… ..
Well, Ksimpulannyaaa, masi ada orang yang baaiiiik, di dunia yang udah g lagi muda ini :D