16.1.13

Tentang buku “LOVE JOURNEY : Ada Cinta di Tiap Perjalanan”

Akhir tahun 2012 kemarin dinar bilang ke aku kalau sebentar lagi tulisannya akan terbit menjadi sebuah buku lewat penerbit jalur indie, judulnya “Love Journey” Aku agak kaget juga sih sebenernya, soalnya dinar ga ada cerita apa apa sebelumnya, eh kok tetiba sudah mau terbit aja tulisannya hhhe. Tapi emang iya sih semester ini aku jarang ngambil mata kuliah yang sama kayak dinar, (cuman ketemu pas globin doang kayaknya) jadi aku ga seberapa tau sepak terjang nya selama semester kemarin :p . 

Beruntung sekali, Si Dinar dengan sangat baik hati memberikan buku ini secara gratis kepadaku, karena menurutnya aku turut berperan dalam merealisasikan salah satu bagian cerita yang dia tulis dalam buku ini, namun, sosokku sengaja tidak ikut diceritakan secara gamblang, selain demi kemaslahatan bersama, katanya :p. Nah, sebagai tanda terimakasih buat Dinar, kutulislah resensi buku ini (komentar kali ya, lebih tepatnya), spesial buat ranger dinar hahaha

-------------

Buku Love Journey ini merupakan buku yang berisi kumpulan cerita perjalanan dari 18 penulis, dan dinar merupakan salah satu penulis tersebut. Kesemua tulisan yang ada didalamnya merupakan pemenang lomba menulis cerita perjalanan dengan tema “Love Journey”, kecuali 2 orang yaitu mb Dee An dan mas Fatah yang bertindak sebagai penyunting sekaligus penggagas lomba yang ikut menyumbangkan tulisannya disini. Mb Dee Ann merupakan seorang blogger berbakat yang sudah menulis 9 antologi buku, Sedangkan Mas Fatah merupakan penulis Travellicious Lombok dan banyak antologi lainnya, Mas Fatah ini kakak kelasku di HI lho, anak HI emang kece2 ya, *ikut bangga* :"))


Secara umum aku menikmati baca buku ini, karena salah satu tanda aku suka sama suatu buku adalah aku bisa menghabiskannya dalam waktu cepat, alias bablas baca terus tanpa dianggurin. Sesuai dengan judulnya, buku ini dikhususkan pada kisah perjalanan yang penuh dengan “cinta”, entah cinta pada seseorang, alam, guru, sahabat, keluarga atau cinta kepada Tuhan.
Aku pun begitu menikmati setiap kisah yang dituturkan dalam buku ini, karena ditulis “keroyokan” gaya penulisan dalam buku ini sangat bervariasi, dari yang filosofis, sampai bahasa yang ringan dan renyah untuk dibaca, sehingga perasaan saat membaca jadi campur aduk, kadang terkesima, bangga, kadang terharu, sedih , bersyukur, mikir, bahkan ada yang sampe bikin aku senyum senyum  sendiri atau ketawa ga jelas, hhha 

Aku sendiri sangat terkesima membaca cerita dari Dr. Prita tentang pengalamannya saat menjadi relawan di Gaza, Dr. Prita menceritakan perjuangan rakyat palestina yang tetap tegar walau dijajah oleh Israel, tetap semangat untuk berangkat menuntut ilmu walau hujan bom dimana mana, walau besar kemungkinan pulang tinggal nama. Bagian yang paling bikin terenyuh adalah saat beliau bertanya pada seorang dosen mengapa mereka menyuguhkan coca cola untuk menjamu relawan relawan yang datang, padahal minuman tersebut notabene merupakan produk amerika dan yahudi, dan dosen itu menjawab bahwa mereka berusaha mendatangkan minuman itu lewat tunnels (terowongan terowongan) bawah tanah dengan mempertaruhkan nyawa, demi bisa menjamu beliau, dan tamu –tamu lainnya yang datang dari jauh. Sungguh, begitu besar upaya mereka untuk memuliakan tamu.

Kemudian saya dibuat terharu dengan pengalaman mbak Dian Onasis, seorang ibu yang berupaya untuk tetap memberikan yang terbaik untik putrinya saat liburan ke GuangZhou, Ah, saya jadi ingat ibu saat baca tulisan itu. Lain lagi dengan tulisan Icho Achmad yang bikin aku ketawa mbanyol karena dia yang hampir (pura-pura) mau bunuh diri ketika cintanya ditolak :p juga cerita seru mbk Katarina, Ibu Muda (gaul gilak) tentang pengalaman pertamanya saat belajar Diving di Tanjung Benoa, Bali yang ditulis dengan bahasa atraktif hingga berasa live report, Oh iya, juga cerita mbak Dee An akan kenangan masa muda, apalagi pas adegan minum air hujan di pintu kereta juga bikin saya senyum-senyum sendiri hehehe 

Cerita favorit saya lainnya, yaitu tulisan nya si Dinar yang judulnya “ Mencari Senja di Delhi “ ! Ini bukan KKN lho, bukan gara gara dinar teman saya atau gara gara dia udah ngasih buku ini gratisan, hha , disini Dinar menceritakan tentang pengalamannya saat si Delhi dan Flashback ke ingatannya tentang seseorang spesial yang kini sudah (hampir) menjadi milik orang lain #hwesseh. saya suka karena alur penulisan kisahnya lain dari pada yang lain, kalau didunia mode, tulisan dinar ini termasuk dalam kategori high fashion *halah*. Habis baca tulisan dinar saya jadi merasa kalau tulisan tulisan saya (tulisan ini juga termasuk) itu masih biasa banget alias masi cupu, hhe
Ini nih contohnya : 

“Sepertinya aku jatuh cinta pada senja, atau pada malaikat-malaikat yang terlihat saat senja. Biarpun hanya sinar keemasan di ujung ruang, tapi cahayanya menyulap jiwa yang tenang menjadi berantakan pada saat yang tidak terduga”

“Aku masi menanggapinya dengan serius saat dia bercerita tentang batman yang tidak bisa terbang, harga matras untuk naik gunung, dewa dewi India dan Kisah pengungsi –pengungsi Merapi, lalu, Kapan bicara tentang kita? Aku tak pandai bicara jujur, begitu juga dengannya.”

Waah, kalau aku mana pernah bisa nulis kayak gitu, hehehe Oh iya, kayaknya di tulisanmu ini ada yang salah ketik deh boi, harusnya “perempatan bank BNI” (titik 0 km Yogyakarta) tapi ditulisnya “Bank Mandiri” hhe, tapi gpp sih alur kisahnya tetep seru kok :D

Oh iya, saya juga dibuat mikir pas baca tulisannya mas fatah yang berjudul “Aku Cinta Indonesia?” yang berisi dilema terkait promosi pariwisata Indonesia, antara ingin memajukan pariwisata indonesia atau membuat celah untuk memeperbesar kerusakan alamnya, antara memberdayakan ekonomi lokal atau memberi kesempatan investor rakus untuk menancapkan investasinya, karena otomatis dengan bertambahnya jumlah pengunjung, situs situs pariwisata mau tidak mau akan kehilangan pesonanya sedikit demi sedikit, entah karena sampah, perusakan atau tindakan lainnya, tentang peningkatan ekonomi juga tak begitu yakin apakah bisa merembes sampai ke bawah, mengingat investor asing yang lebih mendominasi daripada masyarakat lokalnya. Hmm Iya juga sih ya, ya semoga pengelolaan pariwisata indonesia lebih diperhatikan dan ngasi porsi buat partisipasi masyarakat lokal, begitu juga kita, semoga bisa jadi masyarakat lokal dan wisatawan yang peduli :D  
Nah, ini ada semboyan green traveler yang saya kutip dr tulisannya mas fatah yang perlu diterapkan pada semua traveler : 

“Jangan tinggalkan apapun kecuali jejak kaki, Jangan bunuh Apapun kecuali Waktu, Jangan Ambil Apapun Kecuali Foto” 

Yak, Buku ini, walau berjudul Love Journey dan umumnya berisi tentang catatatan perjalanan, namun lebih memberi penekanan pada pertemuan mereka akan “cinta” , jadi jangan harap ada detail yang menceritakan akomodasi wisata atau budget perjalanan karena sejatinya buku ini memang bukan buku panduan traveling. Sebagaimana yang saya tulis diawal, saya sangat menikmati keseluruhan buku ini, Selain model penulisan yang variatif, banyak pelajaran dan hal baru yang saya dapat setelah membaca buku ini, tentang syukur, sabar, ketulusan dan banyak hal lainnya, termasuk fakta klo jodoh itu bisa datang dari arah yang tidak disangka-sangka #lho hahaha Nah, walau ini tulisan non-fiksi alias pengalaman nyata masing masing penulis, tapi alur dan gaya penulisannya tetap terasa menarik dan tidak dibuat buat, terlepas masih terdapat tulisan dr beberapa penulis yang kadang terlalu datar hehehe, Oh iya kalau misalnya foto2 didalamnya dibuat berwarna akan lebih asik. 

Overall, seru banget deh baca buku ini, bikin mood yang berantakan jadi kembali on ! Well, Saya kasih 7 bintang dari 10 bintang yang saya punya hehehe, di tunggu karya berikutnya ya boi ! (ngomong sama kaca) :p

Sorry  boi, kalau review nya masih cupu,
Best Regard, Bita :"))



Paragraf Pertama
Semua Paragrap yang di sembunyikan

2.1.13

Welcome back to Nusa Dua !


Cerita sebelumnya (Gili Trawangan) bisa dicek disini

Senang Rasanya, bisa benar – benar merasakan suasana areal Nusa Dua Bali, FYI saya sudah pernah kesini waktu kecil dulu, ada foto-fotonya di album rumah, tapi ya gitu karena masih kecil, saya tidak benar-benar merasakan kalau pernah kesini, dan hari rabu, 26 desemeber 2012 kemarin saya dan keluarga mengunjungi mas olif yang kerja di Bali Nusa Dua Theatre  sekalian main main di area wisata Nusa Dua. 

Setelah dari Gili terawangan sampai sore, kami menuju pusat kota, jalan –jalan , sholat dan makan, dan malamnya dilanjutkan silaturahmi ke rumah Pak Sutrisno dengan, Lombok malam itu gelap dan hujan deras akhirnya kami tidak lanjut jalan jalan kemana mana dan langsung menuju Pelabuhan Lembar untuk kembali ke Bali. Kami bertolak dari Pelabuhan Lembar, sekitar jam setengah 12 malam. Kapal kami merapat dari di pelabuhan Padang Bai Bali pagi sekali, sekitar jam setengah 4 pagi dan di Bali jam segitu belum masuk waktu Subuh, akhirnya mobil kami parkir depan masjid , tiduran di mobil sambil menunggu Subuh. 

Setelah menunaikan sholat Subuh kami pun langsung menyusuri jalanan Bali Pagi hari menuju daerah Nusa Dua, untuk mengunjungi Sepupuku, Mas Olif yang kerja disana. Pagi itu jalanan lengang sekali dan tidak sampai 2 jam kami pun sampai di Kos Mas Olif. Mobil pun diparkir di parkiran Bank BCA dan kami berjalan memasuki gang di sampingnya menuju kos Mas Olif untuk Istirahat dan Makan. Berbeda dengan jalanan yang agak lengang situasi disana cukup ramai, karena lokasinya dekat dengan pasar,  banyak sesajen yang diletakkan di sudut sudut jalan dan anjing berkeliaran, tetapi di kos mas olif yang notabene banyak perantauan muslim, alhamdulillah tidak ada anjing yang berkeliaran. 

di daerah kosan mas olif
kosan mas olif

cooking time !
Bapak – Bapak pun istirahat di kamar , aku dan jebi tentu langsung mencari colokan untuk nge-cas HP dan Laptop buat mindah foto, sementara itu kegiatan ibu – ibu , apa lagi kalau bukan memasak buat sarapan hehehe. Jam menunjukkan pukul 8 , dan itungannya masih pagi, teman – teman kos mas olif belum bangun dan kami sudah rame, masak – masak buat sarapan hhehe Akhirnya nasi pun matang , nasi pun duet dengan mie sayur, telur dan ayam taliwang yang kami beli semalam. Mas Olif pun bercerita seputar kerjaannya di Teater Nusa Dua sebagai penanggung jawab panggung pementasan “DEVDAN” yang bercerita tentang kekayaan nusantara. Pementasan tersebut termasuk yang digandrungi bule bule, dengan tiket masuk rentang 300 ribu hingga hampir 2 juta rupiah. Untuk menghilangkan rasa penasaran akhirnya mas olif mengajak kami buat liat – liat secara langsung tempat kerjanya di Nusa Dua sekalian main – main di Pantai. 






Dan berangkatlah kami, karena dekat sekali tak butuh waktu lama untuk sampai di sana, kami pun foto foto di Area Nusa Dua Teater dan seperti biasa , bapak – bapak (Ayah dan Pakde) ga terlalu berminat buat foto – foto, jadi Cuma ibu –ibu dan golongan muda yang narsis, hahahah. Setelah puas berfoto, kami langsung jalan ke belakang teater menuju Pantai Nusa Dua , teduh dan tentram sekali suasananya, beberapa bule terlihat siap – siap buat sunbathing, wisatawan lokal juga banyak yang duduk – duduk main air. Selain Pantai, hal yang menyenangkan disana adalah keberadaan beberapa tupai  yang berkeliaran di alam bebas, berlarian di dahan – dahan pohon, kami pun bermain –main dengan tupai sambil ngasi kacang, hha lucu sekali. Selain itu view dan properti restaurant dan hotel hotel disekitar nusa dua juga keren di buat foto foto, Ah, seandainya pemandangan belakang rumahku persis kaya view Nusa dua, it seems like i dont need holiday , hahahaha 



main bersama tupai

numpang foto di properti resto pantai

kontemplasi *halah*
saudara sepersepupuan



i"m the pirate !
 Sudah puas bermain main di pantai kami pun pamit pulang, mengingat mas olif yang juga mau masuk kerja jam 1. Setelah say good bye sama mas olif kami pun bertolak pulang menuju pelabuhan gilimanuk untuk kembali ke Kota Gresik tercinta, diperjalanan kami sempatkan mampir ke pusat oleh oleh Bali Agung karena tidak sempat belanja oleh – oleh waktu di Lombok. Akhirnya jam 4 sore kami pun tiba di pelabuhan ketapang lagi dan langsung tancap gas kembali ke Gresik, Mobil pun menembus jalanan malam Banyuwangi, Situbondo, Pasuruan dan seterusnya dengan diikuti hujan sepanjang perjalanan.

di depan Bali Agung
 
Jam menunjukkan pukul 2 dini hari ketika mobil sudah diparkir depan rumah, Alhamdulillah , walau liburannya agak random (tanpa perencanaan matang) tapi saya bersyukur bisa jalan jalan sama keluarga akhir tahun ini, terimakasih ayah, ibuk, adek dan bude – bude ku, salut sama pakde yang keren banget ngemudiin mobil surabaya – Lombok PP tanpa ganti ! hhhe
See you Lombok, Sampai jumpa lagi di liburan – liburan berikutnya *\^0^/*

Paragraf Pertama
Semua Paragrap yang di sembunyikan

1.1.13

I Left My “Jaw Drop” in Gili Trawangan

Cerita sebelumnya, bisa dilihat disini 

Salah satu lagu favorit saya, “I Left my heart in San Fransisco” menginspirasi judul tulisan ini, oleh karenanya tulisan ini saya kasi judul I left my “jaw drop” in Gili Trawangan (walau agak ga nyambung sih sbenarnya, hhe), diakhir cerita, akan saya kasih tau kenapa Gili Trawangan bikin rahang saya menganga – jaw dropped. alias “terperangah” 
----------------------------

Berjalan lurus ke utara sekitar 25 km dari daerah pantai Batu Layar mengantarkan kami ke daerah Pelabuhan Bangsal yang merupakan Check Point sebelum bertolak ke Gili Trawangan dengan menggunakan semacam perahu boat. Mobil pun diparkir di dekat loket pembelian tiket, pakde memilih untuk tidur di mobil selain untuk istirahat, beliau emang ga seberapa minat buat main – main di Pantai, jadilah kami berempat sekeluarga, ditambah Bude Mimik dan bude Qoim berangkat ke Gili Trawangan. Gili Trawangan merupakan salah satu pulau yang terjauh dari 3 pulang kecil di Barat laut Pulau Lombok, dengan biaya 10.000 per orang berangkatlah kami menuju kesana. 

pakde dan bude sebelum menyebrang ke gili terawangan

ibuk , bude dengan Maria (brazil, 19 tahun) dan cowoknya
Saat itu udara sangat panas dan berangin, perjalanan 30 menit dengan boat pun berasa lumayan lama karena cuaca yang ga bersahabat tersebut. Tetapi semuanya terbayar dengan suguhan pemandangan Epic Gili Terawangan. Airnya bening banget, sampe dasar tanah yang penuh batu batu lucu itu kelihatan jelas. Setelah Air dan pasir pantainya, fenomena selanjutnya yang terlihat yaitu wow, ada “Kota” pindah kesini ! Jalanan di sekitar pantai dipenuhi cafe, restoran restoran modern, tempat spa, hostel hostel dan bahkan ATM, semacam ada yang “memindahkan” bangunan-bangunan dari Pinggiran jalanan Kuta di Bali ke Pulau kecil yang lokasinya berada di tengah tengah laut alias terpencil ini. Gili Trawangan benar-benar surganya wisatawan, Bule sih ya lebih tepatnya! 
welcome to Gili Trawangan

berfoto disalah satu tempat nongkrong bule hehehe
Awalnya, kami ingin menikmati daerah sekitar gili trawangan yang bila dikelilingi panjangnya sekitar 9km itu dengan menaiki cidomo (semacam andong, tapi lebih kecil). Harga yang dipatok untuk sekali keliling yaitu 150.000 untuk 3 orang. Ayah merasa harga tersebut tidak “worth to take” alias kemahalan, akhirnya batallah naik cidomo dan beralih menyewa sepeda, yang cuma 15 ribu perjam. Ayah dan Jebi memilih mencoba kuliner di sekitar gili trawangan, aku, ibuk dan dua bude memilih bersepeda, lucu rasanya lihat 3 ibu ibu itu naik sepeda, mereka kelihatan kegirangan banget, soalnya sudah lama banget ga naik sepeda, katanya. 
ibuk :)

bude :)
Sepedaku pun berjalan menyusuri jalanan di Gili terawangan bermacam macam turis dengan berbagai macam warna kulit dan kostum, serta jajaran tempat nongkrong yang penuh dekorasi lucu yang bertebaran, Sekilas aku juga melihat sekelompok hikers dengan tas gunung besar menyusuri jalanan, mungkin habis dari Rinjani, pikirku. Ah, suasananya menyenangkan banget pokoknya, cocok untuk melepas penat karena tidak kutemui satupun kendaraan bermotor disini. Sampai akhirnya aku bosan menyusuri jalan utama dan iseng belok ke gang – gang kecil diantara jajaran hostel – hostel. Dan Hwow, aku agak kaget ketika seketika kutemui bangunan masjid yang lumayan besar. Wah, berarti mungkin di belakang sini ada semacam pemukiman penduduk lokal. Terbukti Akhirnya, setelah kuteruskan blusukan ke gang gang yang lebih dalam, suasananya persis kayak perkampungan ada rumah – rumah, warung jualan, toko pulsa, toko kelontong, anak – anak kecil bermain, bahkan toko bangunan. Nah dari situ aku sadar kalau Gili terawangan itu bukan Cuma pulau kosong yang khusus jadi tujuan wisata seperti yang aku kira sebelumnya, karena dibelakang semua gemerlap yang tampak didepan, terdampak pemukiman penduduk yang sama seperti kebanyakan. Jadi mikir, apa ini semacam unequal exchange ya, seakan akan penduduk lokal itu yang jadi servant nya bule bule gitu, ya emang sih ada nilai ekonomi yang dipertukarkan, tapi melihat kondisi yang seakan kontras tersebut berasa ga sepadan aja sih, dilemma. Yasudah, saya ga punya data kongkritnya sih, cuman bisa tau dan mikir dalam hati, tapi ga tau gimana cara memandang dan ngasi solusi, jadi fenomena ketimpangan diatas cuman berada di tataran #cukuptau aja, hmmm yah semoga penduduk lokal disana “benar-benar” sejahtera , amin 

masjid di gili terawangan

salah satu sudut pemukiman penduduk di gili terawangan
 
Well, back to the story, Capek berkeliling, aku pun nyoba makan di salah satu warung lokal, nyobain pepes ikannya yang ternyata rasanya ga jauh beda sama pepes di gresik. Setelah ngembaliin sepeda kami Cuma jalan jalan menyusuri pasir – pasir, foto -foto dan main air, karena kami memang ga siap kostum buat snorkeling atau diving karena emang dasarnya trip kesini ga direncanain toh, hha klo diving mungkin karena ga siap budget, dan perlu latihan dulu sebelumnya. 


 
numpang properti orang hha
jebi nggaya

--------------------


Hari sudah sore, dan mendung pekat menggantung, kami harus segera kembali ke Pelabuhan Bangsal, kasian pakde sudah ditinggal lama di Mobil. Kami pun kembali menaiki boat yang sama dengan boat ketika berangkat. Kapal hampir penuh , tapi masih harus menunggu beberapa orang lagi untuk berangkat. Tak lama kemudian akhirnya rombongan terakhir pun masuk, dan wow, mereka merupakan hikers yang tadi aku lihat waktu bersepeda. Sontak, mereka jadi pusat perhatian karena bawaan mereka yang segede kudanil. Seketika aku menebak –nebak, mahasiswa apa SMA ya ? karena ternyata wajah – wajah mereka masih imut semua hehehe. 

mendung pekat sebelum pulang
Aku, jebi dan ayah duduk dibagian depan, dan mereka ada dibelakang, hmm padahal pingin banget ngobrol ngobrol sama mereka. Kuperhatiin satu satu, ternyata ada salah satu dari mereka yang pake kaos PALABS , wah aku langsung familiar, PALABS kan organisasi PA yang bikin video semeru keren itu (lihat deh disini). Sebenarnya aku ga begitu tau PALABS tuh apaan, aku aja tau videonya dari temen2 Wombopala, hhe

ayah dan jebi di boat ketika pulang
Pucuk dicita, ulam pun tiba, beberapa saat kemudian salah satu dari mereka pindah kebagian depan, gara2 kesempitan mungkin. Belum lama duduk, dia uda ditanyain sama bapak2 disampingnya, aku pun nunggu, sampai akhirnya aku ada celah buat nyeletuk “ooh, Pada dari Rinjani nh?“ tanyaku , dan dia mengiyakan, aku pun tanya – tanya lagi, dia cerita kalau mereka dari jakarta ke rinjani naik pesawat trus iseng ke gili trawangan sebelum balik ke jakarta. “aku liat tadi, temenmu ada yang pake baju PALABS, kalian anak PALABS ya?” tanyaku lagi , dan dia mengiyakan , lalu kutanya mereka kelas berapa dan sekolah dimana , dijawab kelas dua SMA dan sekolah di SMA LAB Jakarta. Kala itu aku berasa bodoh, karena dari situ aku baru tau klo PALABS itu singkatan dari Pecinta Alam LAB School (bgitu kira2, yang intinya, PALABS itu ya PA nya SMA LAB) nah, udah jelas PA-nya SMA LAB kok aku malah nanya mereka sekolah dimana, pliss , hha. 

Trus dia balik nanya tau PALABS darimana, kujawab tau dari temen2 pecinta alamku (wombopala,red.) yang ngasi tau video perjalanan semeru mereka di you tube, dan darinya aku tau klo yang bikin tuh video keren emang kakak kelasnya di SMA LAB. Setelah itu kami lanjut ngobrol – ngobrol tentang Semeru. Belum lama cerita – cerita, mendung yang sudah lama menggantung itu pun menjadi hujan yang lumayan deres, semua penumpang pun merapat ke tengah agar tidak terkena hujan hingga akhirnya sampai kembali di pelabuhan bangsal yang anehnya udah terang hujannya. Ibuk dan Bude udah nyuru aku buru – buru kembali ke Mobil jadi aku gak sempet say goodbye sama anak2 Palabs tadi  *ga sempet foto2*. 

FYI, sesampainya aku dirumah, aku iseng cari grup facebooknya PALABS , dan voila ! ternyata ada grupnya di FB dan terlihat ada postingan foto anak-anak PALABS di puncak Rinjani yang aku temui kemarin di boat sepulang dari gili trawangan. Trus aku iseng buka profil mereka, trus nemu link twitternya , terus nemu blognya, (hahha kepo banget sih aku). Bukan gimana-gimana sih, cuman seru aja, apalagi setelah baca salah satu blog à fajarhartono.com, aku jadi tau kalau si fajar (anak yang ngobrol sama aku di boat kemarin) itu ternyata peserta termuda yang tergabung dalam ekspedisi KILIMANJARO dengan 2 perwakilan lain dari UNJ lainnya, oh God, dia masih kelas 2 SMA lho padahal, whooa proud of you, kid !

Nah, begitulah cerita kunjungan singkatku ke Gili Trawangan, walau singkat, beberapa hal telah membuat aku terperangah, pertama, melihat berpindahnya “kota” ke remote area macam gili trawangan, yang belakangan aku ketahui kalau mau bikin rumah atau bangunan harus “impor” pasir sak-sak an dari Lombok yang kulihat sendiri di kerjakan oleh penduduk lokal lalu di angkut pake perahu / boat ke gili trawangan *ga bisa mbayangin gimana susahnya*, kemudian juga tentang ketimpangan yang terlihat antara “tampak depan” gili trawangan yang indah dan menyenangkan sama pemukiman penduduk. 

Terlepas dari fenomena gili terawangan yang aku temui, hal lain yang bikin aku senang pas ksana kemarin yaitu ketika berkesempatan ngobrol bentar sama salah satu anggota PALABS yang kutemui di boat, apalagi setelah tau klo dia itu bukan anak PA biasa, tapi anak PA yang sudah berhasil menaklukkan KILIMANJARO, di Tanzania seperti yang ku ceritain diatas. So Then, that’s why my Jaw dropped, Glad to see you, and hope we’ll meet again, cool kid  !

               
cerita berikutnya, at nusa dua Bali , akan saya post selanjutnya :)

Paragraf Pertama
Semua Paragrap yang di sembunyikan