Berbicara
mengenai budaya Indonesia secara umum, sangatlah mudah ditemui dalam berbagai referensi. Segala
aspek tentang
kebudayaan Indonesia telah dirangkum dengan begitu rinci dan menarik, seperti dalam
Ensiklopedia ataupun buku-buku budaya yang diajarkan di sekolah-sekolah, baik dengan
media cetak maupun visual, dari yang diabadikan dalam museum-museum ataupun dalam sarana representatif lainnya. Tulisan ini kemudian mencoba menggali
suatu bentuk budaya strategis diluar bentuk yang kasat mata seperti tarian,
pakaian atau tradisi, tetapi lebih kepada budaya dalam pengertian suatu sistem
yang paling melekat pada suatu masyarakat dalam sebuah negara, lebih
spesifiknya yaitu tentang Budaya Strategis yang Paling Indonesia.
Pada dasarnya, Banyak sekali referensi yang menyebutkan makna ‘Budaya’ dan ‘Strategis’ secara parsial, tetapi tidak begitu banyak ulasan mendalam terkait apa
itu budaya strategis. Salah satu
pengertian budaya strategis yang melatar belakangi tulisan ini dikutip dari
Melanie Graham dalam Tesisnya bahwa
“ Strategic culture is that set of shared beliefs, assumptions, and modes of behavior, derived from common experiences and accepted narratives (both oral and written), that shape collective identity and relationships to other groups, and which determine appropriate ends and means for achieving security objectives.”” [1]
Dalam pandangan tersebut, Strategic
Culture secara sederhana dalam intrepretasi penulis merupakan suatu ‘sistem’ tingkah laku, sikap dan
kepercayaan yang melandasi dan membatasi suatu pemikiran dalam mempengaruhi
arah pengambilan kebijakan. Maka dari
itu dengan adanya strategic culture
tersebut dapat diambil suatu manfaat dan keuntungan dari pengembangan dan
penerapannya sehingga dapat menunjang
kepentingan nasional suatu negara, baik manfaat internal ataupun sebagai sarana
penunjang keeksistensiannya dan tujuan suatu negara dalam kancah internasional.
Sebelum membahas tentang konsep
‘strategic culture’ apa yang dimiliki negara Indonesia, maka akan lebih baik
jika dipaparkan sejarah dan latar
belakang Indonesia dalam beberapa aspek, Pertama adalah aspek perpolitikan. Pergerakan nasional Indonesia dalam upaya penyapaian kemerdekaan, dipelopori oleh kemunculan organisasi – organisasi dalam dua
kelompok yang berbeda, yaitu ‘organisasi pemuda daerah’ dan ‘gerakan islam’,
yang dalam perkembangannya, dikarenakan rasa saling membutuhkan, rasa saling
memiliki dunia yang lebih luas dari dunia mereka sebelumnya, organisasi-
organisasi tersebut yang awalnya hanya bersifat sebagai ikatan primordial
berkembang menjadi sesuatu pencapaian solidaritas yang tidak hanya dibatasi oleh makna kedaerahan saja.[2]
Selanjutnya, Pada
masa setelah diraihnya kemerdekaan, yaitu pada Era Orde Lama ‘ Konsep politik
luar negeri Indonesia yang “bebas aktif’, menunjukkan ke’netral’an yang
dimiliki bangsa Indonesia, tidak
kekanan, maupun ke kiri , ditambah dengan keikutsertaannya dalam memprakarsai
Gerakan Non Blok, Indonesia benar-benar dapat dinilai sebagai negara yang aktif
dalam upaya perdamaian dunia saat itu.
Kedua, Pada Ranah Sosial - Ekonomi, Indonesia yang
notabenenya (pernah) disebut sebagai negara agararis, mempunyai tradisi tolong-
menolong dalam kehidupan bersama, mereka dengan suka rela membantu tetangga
yang butuh bantuan dalam pengerjaan sawahnya, membantu memasang atap rumah atau
memasak makanan untuk acara syukuran, semuanya di lakukan sukarela karena
mereka tau tetangga yang dibantu kan melakukan hal yang sama saat mereka
sendiri yang memerlukan bantuan.
Kemudian, Dalam era pasca kemerdekaan, Bung Hatta
secara brilian mengemukakan bahwa perekonomian nasional harus didasarkan dengan
basis kooperasi. Pemimpin negara saat itu telah turut pula berjuang untuk
mencantumkan pola ekonomi dalam Pasal 33 Undang Undang Dasar (UUD) 1945 , pasal
1,2 dan 3 yang kesemuanya menjamin kesejahteraan rakyat.[3]
Sementara itu, Budaya masyarakat Indonesia sendiri,
terbalut dari bermacam-macam latar
belakang yang membuat semakin beragamnya budaya dan tradisi masyarakat Indonesia. Untuk masalah kepercayaan, Indonesia merupakan negara
yang menjunjung tinggi agama, Di Indonesia, Agama
memegang peranan penting, lebih kepada ‘moral
support’ daripada diartikan sebagai ideologi negara[4],dikarenakan
keadaan Indonesia yang tidak hanya multi-ethnic,
tetapi juga multi-religious, dengan begitu menjadi
sulit untuk memilih satu agama yang menjadi dasar ideologi, sehingga, penulis
disini setuju dengan ‘alternative’
dari Gus Dur diatas, bahwa agama bisa dijadikan sebagai ‘moral support’ bukan sebagai dasar ideologi negara. saat ini Indonesia
mengakui enam
agama juga berpengaruh dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dari sekelumit penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa dalam pencapaian Indonesia menjadi sebuah bangsa yang
merdeka, bukanlah hal yang begitu saja terjadi dengan sendirinya, tetapi merupakan
perjuangan yang tidak mudah, nilai-nilai kebersamaan dan semangat untuk
memperbaiki nasib telah timbul dalam diri masyarakat Indonesia yang beragam, terlihat pula
dalam perkembangannya sebagai negara merdeka, dimana pola politik dan
ekonominya benar-benar disusun dan dipikirkan secara baik dalam mewujudkan
kesejahteraan rakyat, Indonesia pada masa itu benar-benar memiliki ‘koordinat’
yang jelas dalam bersikap. Walaupun tentu saja, dalam jalannya pemerintahan
selanjutnya, kepentingan-kepentingan terselubung, dan keegoisan segelintir
orang, membuat ‘atmosfer’ Indonesia menjadi terguncang dan tidak lagi mempunyai
‘koordinat’ yang jelas.
Setelah menyusuri makna dari Budaya
strategis dan menilik berbagai aspek rekam jejak ‘atmosfer’ Indonesia dalam
sejarahnya, penulis berpendapat bahwa terdapat suatu budaya strategis yang Paling
Indonesia, Apabila budaya strategis ini ditilik
dari makna yang dikemukakan dalam tesis Melanie Graham seperti yang telah dipaparkan
diatas, berarti Indonesia’s Strategic
Culture itu “Ada” dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara,
baik politik, ekonomi, sosial, dan lainnya, yang menuntun kepada kemanfaatan
serta memiliki ‘semangat’menuju arah pergerakan yang lebih baik dari
sebelumnya.
Lantas, apakah yang menjadi representasi dari semuanya
itu? Bila dicari yang khas , Pancasila merupakan contoh yang ‘pas’ dalam
representasi budaya stategis, selain hanya dimiliki oleh Indonesia.
nilai-nilai dasar Pancasila merangkum seluruh kebaikan untuk rakyat Indonesia. Pancasila
merupakan budaya dan pembudayaan bangsa Indonesia yang perlu dipahami secara
ilmiah oleh bangsa Indonesia,[5]
Budaya yang dimaksud meliputi ilmu pengetahuan, tradisi, filsafat, kesenian dan
hal hal lain yang dihasilkan oleh manusia Indonesia dalam buku-buku karangan
mereka atau sarana yang lainnya sejak tahun 400 M. dalam pimpinan
kerajaan-kerajaan, mulai dari Kutai, Sriwijaya, Mataram dan kemudian rakyat
yang disatukan dalam pemerintahan birokratis Belanda sampai meraih
kemerdekaannya pada tahun 1945. Dalam budaya-budaya tersebut tersimpan
nilai-nilai pancasila yang kemudian dirumuskan menjadi pancasila secara formal yang
kemudian dijadikan dasar falsafah dan Ideologi Negara Republik Indonesia.
[6]
Setelah berbagai penjelasan dan keterangan yang telah
disampaikan diatas, Pancasila memang merupakan contoh yang ‘pas’ dalam
merepresentasikan suatu budaya
strategis yang Paling Indonesia. Walaupun begitu budaya strategis tersebut tidak
hanya berhenti untuk “dimiliki” saja tetapi juga harus diterapkan dalam setiap
aspek bebangsa dan bernegara. Bagi bangsa Indonesia,
Pancasila adalah jati diri yang harus dituju dalam proses pembangunan budaya
bangsa, sebagaimana yang dikatakan oleh W.R.Soepratman bahwa budaya bangsa
adalah jiwa bangsa yaitu tatanan masyarakat/bangsa yang "religius,
apresiatif terhadap nilai kemanusiaan, nasionalis, demokratis, adil dan
makmur".
Sumber:
Bowen,
John R, (1986) On The Political
Construction of Tradition: Gotong Royong in Indonesia” dalam Journal of
Asean Studies vol XLV, no 3 p.545-559.
Graham, Melanie (1996) Defining Strategic Culture, University of Columbia dalam http://mywrdwrx.com/Defining%20Strategic%20Culture%20MA%20Thesis%20Graham%20April%2010%202011.pdf
Higgin,
Benjamin, (1958) ”Hatta and Co-operatives; The middle way for Indonesia” Annals
of the American Academy
and Political Social Science vol.318, Asia and
Future world Leadership, p.49-57
Suwarno, 1993 Pancasila Budaya Bangsa Indonesia : Penelitian
Pancasila dengan Pendekatan Historis,
Filosofis. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Wahid ,Abdurrahman (1981), Nilai-nilai Indonesia: Apakah Keberadaannya Kini ?, Majalah
Prisma, No 11, Th.X p. 3-8
Wahid ,
Abdurrahman, (2001) Indonesia Mild Secularism, SAIS review, vol XXI no2 p.25-28
[1] Melanie Graham, 1996 dalam Defining Strategic Culture, University of Columbia
[2] Abdurrahman Wahid , 1981, Nilai-nilai
Indonesia:
Apakah keberadaannya kini?, Majalah Prisma, No 11, Th.X 1981 p.6.
[3] Benjamin Higgin , 1958 ”Hatta and Co-operatives; The middle way for Indonesia” Annals
of t he American Academy
and Political Social Science vol.318, Asia and
Future world Leadership, p.52.
[4] Abdurrahman Wahid, Indonesia Mild Secularism, SAIS review, vol XXI no2 p.27.
[5] Suwarno, 1993, Pancasila Budaya Bangsa
Indonesia : Penelitian Pancasila dengan Pendekatan Historis, Filosofis. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta. p.5
[6] Ibid., p.6
Tulisan ini dibuat dalam mengikuti Lomba Blog Paling Indonesia Komunitas Blogger Makassar, AngingMammiri.org bekerjasama dengan Telkomsel :D
Semua Paragrap yang di sembunyikan