29.6.12

Pancasila sebagai Budaya Strategis yang Paling Indonesia


         Berbicara mengenai budaya Indonesia secara umum, sangatlah mudah ditemui dalam berbagai referensi. Segala aspek tentang kebudayaan Indonesia telah dirangkum dengan begitu rinci dan menarik, seperti dalam Ensiklopedia ataupun buku-buku budaya yang diajarkan di sekolah-sekolah, baik dengan media cetak maupun visual, dari yang diabadikan dalam museum-museum ataupun dalam sarana representatif lainnya. Tulisan ini kemudian mencoba menggali suatu bentuk budaya strategis diluar bentuk yang kasat mata seperti tarian, pakaian atau tradisi, tetapi lebih kepada budaya dalam pengertian suatu sistem yang paling melekat pada suatu masyarakat dalam sebuah negara, lebih spesifiknya yaitu tentang Budaya Strategis yang Paling Indonesia.  
            Pada dasarnya, Banyak sekali referensi yang menyebutkan makna ‘Budaya dan ‘Strategis secara parsial, tetapi tidak begitu banyak ulasan mendalam terkait apa itu budaya strategis. Salah satu pengertian budaya strategis yang melatar belakangi tulisan ini dikutip dari  Melanie Graham dalam Tesisnya bahwa
“ Strategic culture is that set of shared beliefs, assumptions, and modes of behavior, derived from common experiences and accepted narratives (both oral and written), that shape collective identity and relationships to other groups, and which determine appropriate ends and means for achieving security objectives.”” [1]
    Dalam pandangan tersebut, Strategic Culture secara sederhana dalam intrepretasi penulis merupakan  suatu ‘sistem’ tingkah laku, sikap dan kepercayaan yang melandasi dan membatasi suatu pemikiran dalam mempengaruhi arah pengambilan kebijakan. Maka dari itu dengan adanya strategic culture tersebut dapat diambil suatu manfaat  dan keuntungan dari pengembangan dan penerapannya sehingga dapat menunjang kepentingan nasional suatu negara, baik manfaat internal ataupun sebagai sarana penunjang keeksistensiannya dan tujuan suatu negara dalam kancah internasional.
      Sebelum membahas tentang konsep ‘strategic culture’ apa yang dimiliki negara Indonesia, maka akan lebih baik jika dipaparkan sejarah dan latar belakang Indonesia dalam beberapa aspek, Pertama adalah aspek perpolitikan. Pergerakan nasional Indonesia dalam upaya penyapaian kemerdekaan, dipelopori oleh kemunculan organisasi – organisasi dalam dua kelompok yang berbeda, yaitu ‘organisasi pemuda daerah’ dan ‘gerakan islam’, yang dalam perkembangannya, dikarenakan rasa saling membutuhkan, rasa saling memiliki dunia yang lebih luas dari dunia mereka sebelumnya, organisasi- organisasi tersebut yang awalnya hanya bersifat sebagai ikatan primordial berkembang menjadi sesuatu pencapaian solidaritas yang tidak hanya dibatasi oleh makna kedaerahan saja.[2] Selanjutnya, Pada masa setelah diraihnya kemerdekaan, yaitu pada Era Orde Lama ‘ Konsep politik luar negeri Indonesia yang “bebas aktif’, menunjukkan ke’netral’an yang dimiliki  bangsa Indonesia, tidak kekanan, maupun ke kiri , ditambah dengan keikutsertaannya dalam memprakarsai Gerakan Non Blok, Indonesia benar-benar dapat dinilai sebagai negara yang aktif dalam upaya perdamaian dunia saat itu. 
            Kedua, Pada Ranah Sosial - Ekonomi, Indonesia yang notabenenya (pernah) disebut sebagai negara agararis, mempunyai tradisi tolong- menolong dalam kehidupan bersama, mereka dengan suka rela membantu tetangga yang butuh bantuan dalam pengerjaan sawahnya, membantu memasang atap rumah atau memasak makanan untuk acara syukuran, semuanya di lakukan sukarela karena mereka tau tetangga yang dibantu kan melakukan hal yang sama saat mereka sendiri yang memerlukan bantuan. Kemudian, Dalam era pasca kemerdekaan, Bung Hatta secara brilian mengemukakan bahwa perekonomian nasional harus didasarkan dengan basis kooperasi. Pemimpin negara saat itu telah turut pula berjuang untuk mencantumkan pola ekonomi dalam Pasal 33 Undang Undang Dasar (UUD) 1945 , pasal 1,2 dan 3 yang kesemuanya menjamin kesejahteraan rakyat.[3] 
            Sementara itu, Budaya masyarakat Indonesia sendiri, terbalut dari bermacam-macam latar belakang yang membuat semakin beragamnya budaya dan tradisi masyarakat Indonesia. Untuk masalah kepercayaan, Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi agama, Di Indonesia, Agama memegang peranan penting, lebih kepada ‘moral support’ daripada diartikan sebagai ideologi negara[4],dikarenakan keadaan Indonesia yang tidak hanya multi-ethnic, tetapi juga multi-religious, dengan begitu menjadi sulit untuk memilih satu agama yang menjadi dasar ideologi, sehingga, penulis disini setuju dengan ‘alternative’ dari Gus Dur diatas, bahwa agama bisa dijadikan sebagai ‘moral support’ bukan sebagai dasar ideologi negara. saat ini Indonesia mengakui enam agama juga berpengaruh dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara.
            Dari sekelumit penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pencapaian Indonesia menjadi sebuah bangsa yang merdeka, bukanlah hal yang begitu saja terjadi dengan sendirinya, tetapi merupakan perjuangan yang tidak mudah, nilai-nilai kebersamaan dan semangat untuk memperbaiki nasib telah timbul dalam diri masyarakat Indonesia yang beragam, terlihat pula dalam perkembangannya sebagai negara merdeka, dimana pola politik dan ekonominya benar-benar disusun dan dipikirkan secara baik dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, Indonesia pada masa itu benar-benar memiliki ‘koordinat’ yang jelas dalam bersikap. Walaupun tentu saja, dalam jalannya pemerintahan selanjutnya, kepentingan-kepentingan terselubung, dan keegoisan segelintir orang, membuat ‘atmosfer’ Indonesia menjadi terguncang dan tidak lagi mempunyai ‘koordinat’ yang jelas.                      
            Setelah menyusuri makna dari Budaya strategis dan menilik berbagai aspek rekam jejak ‘atmosfer’ Indonesia dalam sejarahnya, penulis berpendapat bahwa terdapat suatu budaya strategis yang Paling Indonesia, Apabila budaya strategis ini ditilik dari makna yang dikemukakan dalam tesis Melanie Graham seperti yang telah dipaparkan diatas, berarti Indonesia’s Strategic Culture itu “Ada” dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, baik politik, ekonomi, sosial, dan lainnya, yang menuntun kepada kemanfaatan serta memiliki ‘semangat’menuju arah pergerakan yang lebih baik dari sebelumnya.
Lantas, apakah yang menjadi representasi dari semuanya itu? Bila dicari yang khas , Pancasila merupakan contoh yang ‘pas’ dalam representasi budaya stategis, selain hanya dimiliki oleh Indonesia. nilai-nilai dasar Pancasila merangkum seluruh kebaikan untuk rakyat Indonesia. Pancasila merupakan budaya dan pembudayaan bangsa Indonesia yang perlu dipahami secara ilmiah oleh bangsa Indonesia,[5] Budaya yang dimaksud meliputi ilmu pengetahuan, tradisi, filsafat, kesenian dan hal hal lain yang dihasilkan oleh manusia Indonesia dalam buku-buku karangan mereka atau sarana yang lainnya sejak tahun 400 M. dalam pimpinan kerajaan-kerajaan, mulai dari Kutai, Sriwijaya, Mataram dan kemudian rakyat yang disatukan dalam pemerintahan birokratis Belanda sampai meraih kemerdekaannya pada tahun 1945. Dalam budaya-budaya tersebut tersimpan nilai-nilai pancasila yang kemudian dirumuskan menjadi pancasila secara formal yang kemudian dijadikan dasar falsafah dan Ideologi Negara Republik Indonesia. [6]
Setelah berbagai penjelasan dan keterangan yang telah disampaikan diatas, Pancasila memang merupakan contoh yang ‘pas’ dalam merepresentasikan suatu budaya strategis yang Paling Indonesia. Walaupun begitu budaya strategis tersebut tidak hanya berhenti untuk “dimiliki” saja tetapi juga harus diterapkan dalam setiap aspek bebangsa dan bernegara. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila adalah jati diri yang harus dituju dalam proses pembangunan budaya bangsa, sebagaimana yang dikatakan oleh W.R.Soepratman bahwa budaya bangsa adalah jiwa bangsa yaitu tatanan masyarakat/bangsa yang "religius, apresiatif terhadap nilai kemanusiaan, nasionalis, demokratis, adil dan makmur".


Sumber:

Bowen, John R, (1986) On The Political Construction of Tradition: Gotong Royong in Indonesia” dalam Journal of Asean Studies vol XLV, no 3 p.545-559. 

Graham, Melanie (1996) Defining Strategic Culture, University of Columbia dalam  http://mywrdwrx.com/Defining%20Strategic%20Culture%20MA%20Thesis%20Graham%20April%2010%202011.pdf

Higgin, Benjamin, (1958) ”Hatta and Co-operatives; The middle way for Indonesia” Annals of the American Academy and Political Social Science vol.318, Asia and Future world Leadership,  p.49-57

Suwarno, 1993 Pancasila Budaya Bangsa Indonesia : Penelitian Pancasila dengan Pendekatan  Historis, Filosofis. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Wahid ,Abdurrahman (1981), Nilai-nilai Indonesia: Apakah Keberadaannya Kini ?, Majalah Prisma, No 11, Th.X p. 3-8

Wahid , Abdurrahman, (2001) Indonesia Mild Secularism, SAIS review, vol XXI no2 p.25-28



[1]  Melanie Graham, 1996 dalam Defining Strategic Culture, University of Columbia
[2] Abdurrahman Wahid , 1981, Nilai-nilai Indonesia: Apakah keberadaannya kini?, Majalah Prisma, No 11, Th.X 1981   p.6.
[3] Benjamin Higgin , 1958 ”Hatta and Co-operatives; The middle way for Indonesia” Annals of t he American Academy and Political Social Science vol.318, Asia and Future world Leadership, p.52.
[4] Abdurrahman Wahid, Indonesia Mild Secularism, SAIS review, vol XXI no2 p.27.
[5] Suwarno, 1993, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia : Penelitian Pancasila dengan Pendekatan  Historis, Filosofis. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.  p.5
[6] Ibid., p.6     


Tulisan ini dibuat dalam mengikuti Lomba Blog Paling Indonesia Komunitas Blogger Makassar, AngingMammiri.org bekerjasama dengan Telkomsel :D


Paragraf Pertama
Semua Paragrap yang di sembunyikan

2 komentar:

  1. salam gan ...
    menghadiahkan Pujian kepada orang di sekitar adalah awal investasi Kebahagiaan Anda...
    di tunggu kunjungan balik.nya gan !

    BalasHapus
  2. @ OutBound Malang : Makasih kunjungannya, i've visited back :)

    @Adang N M I : makasih mas adang kunjungan dan undangannya :)

    BalasHapus