Globalisasi memang bagaikan dua sisi mata pedang,
fenomena tersebut di satu sisi dapat memberikan berbagai macam kemudahan dan
perkembangan pada berbagai macam sektor, namun di sisi lain globalisasi juga
secara langsung maupun tidak langsung dapat menggerus nilai-nilai kelokalan
yang telah ada. Dalam era globalisasi ini, dunia seakan borderless alias tanpa batas, dengan kemajuan teknologi informasi
dan transportasi, batas – batas geografis antara satu negara dengan negara lain
seakan hilang. Maka bukanlah suatu hal yang istimewa ketika seseorang dapat
berpindah dari satu negara ke negara lain dalam waktu yang singkat, akses
terhadap informasi pun berlimpah dan dapat dengan mudah didapat. Derasnya arus
informasi tersebut dibarengi dengan masuknya berbagai macam konten yang dapat
mempengaruhi pola pikir dan gaya masyarakat. Indonesia sebagai bangsa besar pun
tak luput dari gelombang yang bisa mengikis kelokalan dan jati diri bangsa, dan
pelestarian budaya akan menguatkan peran Indonesia dalam konstelasi global
tersebut.
Berbagai macam kesempatan
sekaligus tantangan telah ditawarkan oleh globalisasi untuk masyarakat dunia. Kemudahan akses informasi membuat nilai nilai
budaya asing yang terkadang tidak sepenuhnya baik, bebas keluar masuk dan
membuat budaya dan tradisi lokal sedikit tersisih. Hal tersebut tidak terlepas
dari stigma bahwa budaya asing dianggap keren dan tidak ketinggalan jaman.
Memang kita tidak dapat menghindar atau menutup diri, sebagai bangsa yang besar
harusnya bangsa Indonesia bisa mengahadapi tantangan tersebut dengan “kaya”nya
budaya yang kita miliki. Maka dari itu, Kita boleh mengambil manfaat atau
belajar dari budaya asing dari sisi kreatifitas dan ilmu pengetahuan yang
menyertainya, namun kita tidak boleh terbawa dengan arus negatif budaya asing,
seperti menjadi pribadi yang konsumtif dan mengikuti budaya yang kurang sopan
dan jauh dari budaya ketimuran. Upaya
rekonsiliasi dengan fenomena tersebut salah satunya dengan memadukan budaya dengan
budaya modern. Kita memang harus menjaga dan melestarikan budaya lokal, tetapi
disisi lain kita juga harus tetap mengikuti perkembangan jaman.
Pelestarian budaya dan tradisi merupakan hal yang krusial karena keduanya merupakan aset bangsa, terlebih terkait berbagai macam budaya dan tradisi
bangsa indonesia yang kemudian menjadi magnet luar biasa bagi datangnya
wisatawan dari berbagai belahan dunia, bahkan tidak sedikit dari mereka yang
tertarik untuk mempelajarinya. Bila ditarik lebih jauh lagi, budaya dan tradisi
yang menjadi aset tersebut tentunya akan semakin memperkokoh identitas dan jati
diri bangsa, dan kemudian nation branding
Indonesia juga akan semakin meningkat di mata dunia. Nation Branding sendiri dapat diartikan sebagai suatu bidang teori
dan praktek yang bertujuan untuk mengukur, membangun dan mengelola reputasi
suatu negara, dimana hal tersebut pada akhirnya mendorong suatu negara
menekankan karakteristik khas mereka. Bisa diartikan
bahwa Nation
Branding Indonesia
mencerminkan “arti Indonesia” bagi masyarakat Indonesia sendiri maupun bagi
masyarakat internasional. Sederhananya, apabila Indonesia semakin dikenal, maka posisi tawar
indonesia akan semakin naik pula, dengan naiknya posisi tawar tersebut maka
Indonesia akan lebih mudah dalam mewujudkan kepentingan nasionalnya. Selain itu
bangsa Indonesia akan semakin bangga akan apa yang telah dicapai oleh bangsa
ini sehingga mereka juga akan semakin percaya diri dalam menghadapi tantangan
kompetisi global.
Dengan komitmen untuk
pelestarian budaya tersebut bangsa Indonesia tidak perlu was-was untuk
menghadapi efek negatif dari globalisasi. Terlebih karena kita mempunyai budaya
luhur yang menjadi dasar negara, yaitu Pancasila, dimana Pancasila merupakan
budaya dalam wujud hasil pemikiran luhur bapak pendiri bangsa ini. Pancasila
merupakan budaya strategis indonesia sebagai tameng dalam menghadapi arus
globalisasi yang tetap harus kita lestarikan, kita jaga, kita dalami maknanya
dan dipraktekkan secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai penutup, Merujuk pada Pidato “Lahirnya Pancasila”
oleh Soekarno,
apabila Pancasila diperas menjadi Ekasila
maka kata yang muncul adalah Gotong Royong, Karena menurut beliau Gotong
Royong adalah faham yang dinamis , lebih dinamis dari kekeluargaan.
Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan
satu usaha, satu amal, satu pekerjaan. Maka dari itu, Selain Pelestarian Budaya dan Tradisi dalam artian produk
dan kesenian sebagai mana yang terurai diatas, Indonesia juga harus bekerja
lebih keras dan kembali membudayakan Manifestasi Budaya Indonesia, yaitu
Pancasila dalam tradisi “Gotong Royong”
ditengah kondisi masyarakat yang cenderung individualis ini untuk menguatkan
identitas bangsa dalam menghadapi konstelasi global.
www.pusakaindonesia.org |
Paragraf Pertama
Semua Paragrap yang di sembunyikan